Persahabatan ala Dua Orang Dewasa

Baru-baru ini saya mendapat kesempatan membaca banyak hal tentang persahabatan yang kemudian membuat saya sedikit merenung tentang itu. Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh, persahabatan saya dengan Rendy, satu-satunya orang yang tanpa ragu bisa saya perkenalkan sebagai sahabat, adalah model hubungan “persahabatan” yang sampai saat ini membuat saya nyaman dan merasa dihargai. Tidak hanya karena persahabatan kami sudah berlangsung 19 tahun, tetapi juga karena ada prinsip-prinsip yang kami pegang untuk menghormati & menghargai satu sama lain.

Saya termasuk jenis teman yang gampang-gampang susah. Semua orang yang pernah bertemu saya selalu menyangka hidup saya mulus-mulus saja karena saya selalu tampil menjadi pendengar yang baik, sabar, ceria, dan tidak pernah mengeluh tentang hidup saya.

Teman terdekat saya pernah menggambarkan saya sebagai tuan rumah yang mempersilakan orang lain mendekat, menikmati pemandangan rumah dari luar saja, tetapi mengunci pintu rumah rapat-rapat. 🙂 Tidak jarang teman-teman merasa sedih karena saya tidak benar-benar mengizinkan mereka tahu “diri saya” yang sesungguhnya. Padahal, mereka benar-benar tulus ingin bersahabat dengan saya. Hanya saja, perbedaan nilai-nilai persahabatan yang berbeda mendorong banyak orang menjauh dari saya.

Berikut ini adalah pendapat saya tentang persahabatan yang sering membuat orang lain salah paham, tetapi kalau orang lain bisa mencermati, sebetulnya pendapat saya banyak benarnya. :p

1. Sahabat tetap memiliki rahasia.

Ini adalah nilai yang saya hormati benar-benar, mengingat saya adalah orang yang sulit terbuka kepada orang lain. Saya dan Rendy bisa saling terbuka tentang banyak hal, tetapi satu sama lain tetap menghormati batasan-batasan kami. Kami terbuka dengan segala sesuatu yang diceritakan satu sama lain, itu saja. Kami benar-benar memahami, ketika sesuatu hal tidak diceritakan, berarti hal tersebut masih dalam level “pribadi”.

Saya percaya, setiap manusia memiliki wilayah pribadi dan sosial. Walaupun bagi saya, sahabat & keluarga berada di wilayah abu-abu antara pribadi & sosial, tetap saja ada hal-hal yang berada jelas di wilayah pribadi. Jadi, saya tidak akan berusaha “memasuki” atau memaksa sahabat saya untuk mempersilakan saya masuk ke dalam wilayah itu, berlaku juga sebaliknya. Hal inilah yang sering membuat orang lain salah paham. Bagi mereka, saya dianggap tidak jujur. Padahal, saya tidak pernah memaksa mereka untuk bercerita segala hal pribadi mereka.

Selama ketidakterbukaan saya tidak merugikan pihak lain, saya inginnya dihormati dalam hal itu. Toh, dalam segi profesional atau keseharian saya selalu jujur dan terbuka.

2. Sahabat tidak selalu harus bersama.

Walaupun sudah dewasa, saya masih sering menemukan orang-orang yang berpendapat bahwa sahabat harus selalu bersama. Itu pemikiran anak-anak atau remaja yang pusat kehidupannya masih pada teman, sekolah, dan bermain-main. Hal ini juga yang membuat persahabatan tidak langgeng karena ketika dua orang sahabat terpisah oleh jarak, lalu komunikasi merenggang, lalu persahabatan itu hilang. Sudah hampir 10 tahun saya dengan Rendy melalui persahabatan jarak jauh (long distance bestfriendship? :p), ada kalanya kami sibuk dengan kehidupan masing-masing, tetapi tetap ada rasa perlu untuk berkomunikasi.

3. Sahabat bukanlah orang yang selalu mengritik dengan pedas.

Hampir semua orang berpikir bahwa teman dekat bisa secara bebas, terbuka, tidak bersopan-sopan dalam berteman. Oleh karena itu, sahabat dipersilakan membuli kita habis-habisan, tanpa kita merasa tersinggung. Orang yang blak-blakan adalah orang yang jujur. Demikian orang-orang selalu beranggapan. Sedangkan bagi saya, tidak selamanya hal itu berlaku demikian. Entah sahabat atau teman biasa, semua memiliki kemampuan untuk mengritik atau menasehati dengan bahasa yang baik. Berbicara jujur dan apa adanya juga bisa disampaikan dengan baik pula.

Yang dinilai jujur atau tidaknya adalah hal-hal yang disampaikan seorang sahabat, bukan caranya menyampaikan sesuatu.

Kalau ketika melontarkan ucapan-ucapan, “kamu goblok sih, Anyiing” kepada sahabat kita, perasaan kita merasa lega, justru itu yg jadi masalah kita, dong! Kita jadikan sahabat kita/orang-orang terdekat kita pelampiasan :p Dan dengan perkataan2 seperti itu, apakah sahabat kita juga merasa tenang & lebih segar dibanding kalau kita ucapkan dengan perkataan biasa?

Kalau kita dan sahabat merasa lebih bahagia, lebih percaya, dengan perkataan-perkataan yang blak-blakan tapi nylekit, berarti sedikit ada masalah dalam hal kejiwaan kita. Blak-blakan boleh, tapi tetap harus dalam taraf kesopanan. Blak-blakan untuk menunjukkan perhatian & kasih sayang kita kepada sahabat.

4. Sahabat tidak selalu sependapat, tetapi sahabat tidak merasa sungkan/ragu/takut untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya

Yes, sahabat satu sama lain boleh tidak sependapat. Sahabat juga tidak merasa ragu untuk mengungkapkan pikirannya. Dalam hal ini, saya sudah menemukan beberapa kali kisah di mana saya tidak sependapat dengan Rendy. Saya/Rendy akan berkata jujur bahwa apa yang salah satu dari kami lakukan/putuskan tidak sesuai dengan ideal yang dipikirkan. Akan tetapi, kami tetap bisa menguatkan dan menasehati terus menerus, dan tidak meninggalkan satu sama lainnya.

Dan yang tidak kalah penting, sahabat boleh berkata i told you!!! Tapi tetap selalu ada bersama.

Gimana menurut pendapat kalian? Tentu saja apa yang saya tulis hanyalah gambaran ideal & pengalaman saya saja, setiap orang tetap memiliki terms and conditions masing-masing.